Hallo steemian dimanapun kamu berada.
Berjumpa lagi bersama saya, pelaku seni asongan asal kota juang.
Pada kesempatan kali ini saya kembali lagi dengan postingan yang bisa membuat sebagian dari kamu senyum-senyum sendiri karena mengingat dan merasa pernah melakukannya.
Penasaran dengan apa yang saya ucapkan diatas?
Langsung saja sedot dan nikmati konten saya berikut ini.
Adalah Path, salah satu media sosial evolusi dari Foursquare, milik Dennis Crowley dan Naveen Selvadurai.
Taj beda jauh, jejaring sosial path juga berbasis lokasi dan tempat yang didasari oleh perangkat lunak pada sebuah smartphone.
Kali ini saya ingin memberikan seperti sebuah review terbatas menurut sudut pandang saya kepada jejarinh sosial ini.
Kira-kira 4 tahun yang lalu saya diperkenalkan jejaring sosial ini oleh seorang teman. Dan kala itu saya menganggap ini menarik untuk dicoba.
Alhasil saya mencobanya untuk sekedar iseng-iseng saja.
Lama kelamaan, saya mulai nyaman dan mahir menggunakan aplikasi keluaran dua anak muda asal Amerika Serikat ini.
Meburut saya kala itu, jejaring sosial ini menawarkan fitur yang lumayan kece.
Ada fitur Explorer seperti jejaring sosial lainnya.
Ini berfungsi sebagai mediasi agar kita mudah u tuk menemukan momen yang kita sukai.
Ini adalah fitur direct message atau mengirim pesan.
Sudah jelas bukan? Fungsinya untuk mengirim pesan yang sifatnya tertutup kepada orang tertentu.
Ada juga fitur aktivitas atau juga notifikasi. Ini memudahkan si pengguna untuk mendapatkan sebuah pemberitahuan jika ada yang menandai, atau ada teman yang sedang merayakan hari jadinya.
Kemudian ada fitur teman juga. Ini memudahkan kita sebagai pengguna untuk mencari, menghapus, dan menambahkan teman yang ingin kita masukkan kedalam daftar teman kita pada jejaring sosial ini.
Saya membuat kesimpulan tentang kekurangan dan kelebihan aplikasi ini terhadap masyarakat Indonesia, Khususnya masyarakat Aceh.
Kita tahu dan sadar, bahwa Indonesia adalah negara yang belum memegang predikat negara maju.
Ini artinya sebagian masyarakat Indonesia masih berpikiran dibawah rata-rata. Artinya lebih dari 30% masyarakat Indonesia, khususnya Aceh belumlah siap hidup dalam dunia digital seperti yang sudah negara besar lain alami.
Ini menjadi sebuah dilema bagi kita.
Kenapa saya simpulkan begitu?
Berikut penjelasannya:
Pertama: Jejaring sosial Path menjadi seperti sebuah mediasi pamer-memamerkan kekayaan dan strata sosial. Mengapa? Berdasarkan definisi kegunaan dan tujuan path sendiri. Ini adalah jejaring sosial yang pada umumnya melakukan check-in di berbagai tempat mewah di dunia.
Tentu saja ini menjadi cikal-bakal memamerkan harta kekayaan dan menampakkan kondisi ekonomi seseorang secara universal. Bukankah begitu? Walaupun pada path sendiri juga ditaearkan fitur lainnya seperti mendengarkan musik, membaca buku, menonton film.
Tapi, come on bro. Look again!
Kedua: ini soal kelebihan. Melalui path, kita bisa melacak orang yang, katakanlah ia hilang.
Dengan jejaring sosial ini kita bisa melacak keberadaan terakhir si pengguna tersebut.
Dimana ia check-in terakhir kalinya. Tentu saja ini dapat memudahkan kita toh?
Tapi begini deh.
Pertanyaannya adalah apakah kita siap menghadapi dunia digital seperti sekarang ini?
Dan bagaimana cara kita menghadapinya?
Semoga Kita Termasuk Orang-orang Yang Mencintai Hobi, Dan Hobi Mencintai
Terimakasih kepada semua sahabat Komunitas Steemit Indonesia yang telah mencetak para steemian hebat juga menjadi wadah bagi para steemian pemula seperti saya ini.
Hormat saya kepada @levycore dan @aiqabrago selaku Leadership Indonesian Steemit of Community juga sebagai kurator yang telah berkontribusi penuh kepada seluruh user platform steemit yang berbasis blockchain dan didukung oleh komunitas yang sistematis ini.
Salam Kuahplik
FOLLOW & UPVOTE
@mynameisman
SALAM KOMPAK KSI CHAPTER BIREUEN