Allah hai do doda idi
Boh gadong bi boh kaye uteun
Rayeuk sinyak hana peu ma bri
Aeb ngon keji ureung donya keun
…
Bagi kalian penikmat musik Aceh, lirik ini tentu tidak asing lagi di pendengaran. Seolah-olah lagu ini sudah menjadi semacam identitas bagi kita. Dan suara pelantunnya yang meu-Aceh alias Aceh banget telah membawa lagu itu menusuk ruang paling sunyi di sanubari kita.
Cut Aja Rizka telah berhasil mengibarkan Doda Idi, Panglima Prang dan Haro Hara ketika tergabung dengan grup Nyawoung. Hingga hampir dua dekade lagu tersebut diproduksi, ia masih menjadi haluan dengar yang asyik. Lagunya abadi, suaranya qadim. Orang lain membawakan lagu-lagu Cut Aja Rizka baik dengan versi sendiri atau versi yang sama, namun tidak ada yang bisa menggantikan ruh lagu serupa ketika Cut Aja menyanyikannya.
Meski lagunya selalu mengambang di rata ruang, nama Cut Aja Rizka tidak ikut sama tinggi terbang. Takdir lagu dan takdir namanya tidak seiringan. Kuasa lagu dan suaranya lebih digdaya, sementara kebintangan namanya serta raut rupanya berada jauh di bawahnya. Jika pun ada sebagian yang mengenal namanya, tidak banyak yang mengenal rupa. Wajar saja, Cut Aja lebih banyak menghabiskan masa hidupnya sekarang di Tanggerang, ke Aceh ia jarang pulang.
Dari itulah kami terkejut kala mendengar kabar bahwa ia akan kembali ke Aceh, membersihkan kebun yang telah lama ia tinggalkan dan kembali bercocok tanam. Cut Aja Rizka kembali mengeluarkan album dengan tajuk, “Meusyeuhu”. Diluncurkan semalam di Haba Café, Banda Aceh dan sang legenda berada di situ. Kami tidak akan melewatkan kesempatan bersua salah seorang pemilik suara terbaik tanah ini, maka undangan umum itu kami hadiri.
Cut Aja Rizka naik panggung, bernyanyi. Oh, Tuhan, suaranya masih serupa 18 tahun silam. Dia kembali, bermain di pasar dan tentu juga akan berada di panggung-panggung besar. Sembilan lagu dalam album “Meusyeuhu” adalah lagu yang punya warna sendiri. Dia berbeda, beda sama sekali. Dia paham, bahwa masuk pasar dengan cara dan gaya orang, konon lagi plagiat irama, ide dan kemasan adalah tanda bahwa kita lemah sejak dalam pikiran.
"Suasana launching album "Meusyeuhu" Cut Aja Rizka"
Panglima prang ka troh geuwo, demikian sepotong lirik lagunya pada masa lalu. Dan ia telah kembali. Ngon Raja Nanggroe hate that suka, lanjutnya. Bagaimana kalau kita anggap penikmat musik Aceh adalah raja nanggroe itu? Bukankah dengan ia kembali hati kita dilanda rasa suka sekali?
Selamat bergabung (lagi) di pasar, Cutkak penyanyi yang kami hormati. Semoga “Meusyeuhu” kembali menghantam sanubari.
Penuh takzim