TITIK NADIR

Malam selalu terasa singkat
Kenikmatannya menutup seluruh akal sehat
Waktu tiada terasa berputar dan mentari bangkit kembali
Sungguh sebuah kenyataan yang memilukan
Bahwa aku bukanlah apa-apa

Malam itu seperti malam kemarin
Kulalui malam dengan membelakangi langit dan titahnya
Otakku penuh dengan manisnya madu yang penuh kepalsuan
Gemerlap cahaya dunia seolah menutupi harumnya surga
Langkah demi langkah terus terseret menuju lubang neraka

Jibril masih tersenyum
Ia melihat saat udara tidak mampu memenuhi paru-paruku
Sungguh kasihan hamba yang lemah ini
Penuh dengan kubangan dosa yang membuatnya binasa.

Meskipun cuma sesaat udara tidak mau memasuki tubuhku
Namun itulah titik nadir dimana aku kini berdiri
Mengganti malam dengan kenikmatan hakiki
Dan menghiasi hari dengan munajat diri.

Lhokseumawe, 22 Januari 2016

H2
H3
H4
3 columns
2 columns
1 column
Join the conversation now
Logo
Center