Jika Hujan Turun

rain_storm_with_umbrella_via_chokchai_poomichaiya_shutterstock-1521133618-7712.jpg
Source

Dear Pagi,

Berapa banyak waktu yang harus kukumpulkan agar bisa terus membersamaimu? Apakah harus menghabiskan semua deret angka di mesin penghitung? Ataukah cukup dengan beberapa buku yang ada di jari-jemariku saja?

Aku belajar dari terik yang perlahan menjauh dari pagi. Meninggalkan keheningan semesta dengan caranya sendiri, ia melawan semua kecemasan dan kehampaan, membiarkan tubuhnya dipeluk malam. Semata-mata agar ia bisa menemui pagi keesokannya. Ia melawan kecamuk dengan ketidakberdayaannya.

Pagi,

Bisakah kau bantu menerjemahkan apa yang kurasa dan apa yang berkelindan di pikiranku? Tentang seseorang yang terjaga dalam tidur nyenyaknya, lalu ia mencari-cari rindu yang bertebaran di sekelilingnya. Ia mengerjap di antara rekat kantuk yang hinggap di matanya, semata-mata demi bisa mewujudkan apa yang membelit hatinya. Saat itulah ia merasa, ada yang basah di ujung hatinya, mengembun. Ia telah memiliki, namun ia juga merasa kehilangan.

Setengah harian ini, ya, setengah harian ini, seluruh tungkaiku rasanya seperti tanpa tulang-belulang. Aku hanya ingin memeluk Pagi, atau dipeluk oleh Pagi. Melihat gurat di pelipisnya, memandangi garis takdir di talapak tangannya. Daun-daun yang dipeluk Pagi adalah daun-daun yang bahagia, mendapat limpah cinta dan rasa hangat yang sehat.

Dear Pagi,

Bantu aku mengumpulkan waktu. Bantu aku mewujudkan rindu. Bantu aku menerjemahkan cinta. Bantu aku mendefinisikan letupan demi letupan. Bantu aku memahami pesan dari matamu. Bantu aku menikmati senyum di bibirmu. Bantu aku menikmati setiap pijar kembang api. Setiap pijar kembang api.

Pagi,

Jika hujan sedang turun saat kau membaca ini, di hatiku juga sedang lebat-lebatnya.[]

H2
H3
H4
3 columns
2 columns
1 column
Join the conversation now
Logo
Center