"TRAGEDI"
(Refleksi Bencana Sumur Minyak Peureulak)
By : @bahtiarlangsa
foto halaman depan koran harian Rakyat Aceh.
Ini bukan kali pertama musibah itu terjadi, karena beberapa tahun sebelumnya musibah yang serupa juga sudah pernah terjadi, juga di daerah yang sama dan motif yang sama pula, yaitu minyak mentah tersulut api. Hanya saja bedanya waktu dan jumlah korban dari tragedi tersebut, sebelumnya korban dari musibah serupa 1 sampai 9 orang, tapi kali ini mencapai puluhan, yaitu 22 orang.
This is not the first time that the disaster happened, because several years earlier similar calamities have also happened, also in the same area and the same motive, that is crude oil ignited. It's just the difference between the time and the number of victims of the tragedy, the previous victims of similar disasters 1 to 9 people, but this time to reach tens, is 22 people.
Seharusnya musibah ini tidak terjadi, seandainya musibah masa lalu dijadikan pelajaran dan membangun kewaspadaan diri terhadap berbagai kemungkinan dari sebuah situasi dadakan. Walaupun bila kita kembali pada hakikat takdir, semua ini sudah ketentuan tuhan dan kelalaian kita adalah jalan menuju musibah tersebut.
This disaster should not happen, if the past disaster was made a lesson and build self-awareness of the possibilities of an impromptu situation. Although if we return to the nature of destiny, all this is the provisions of god and our omission is the way to the disaster.
Tapi, sebagai mahkluk berakal dan memiliki daya pikir yang cerdas, kita bisa saja mencegah tragedi ini, andaikan saat situasi dadakan itu disikapi dengan kesabaran dan tidak tergesa-gesa melakukan tindakan mengambil manfaat. Bukankah musibah tsunami tahun 2004 silam yang memakan ratusan ribu jiwa di Aceh itu juga diawali oleh sebuah situasi dadakan yang aneh, tiba-tiba air laut surut jauh dan meninggalkan ribuan ikan menggelepar diatas pasir basah.
But, as intelligent beings and have intelligent mind power, we could have prevented this tragedy, suppose when the impromptu situation was addressed with patience and not hastily taking action to take advantage. Was not the 2004 tsunami disaster that took hundreds of thousands of lives in Aceh was also preceded by a strange impromptu situation, suddenly the sea water receded away and left thousands of fish floundering on wet sand.
Saat itu, masyarakat sepanjang pantai Aceh langsung berhamburan ke pantai untuk mengambil ikan-ikan itu tanpa berfikir mengapa situasi aneh itu bisa terjadi, yang ada hanya gerakan tubuh dibawah kendali nafsu untuk memanfaatkan kesempatan aneh dan unik ini demi kepentingan pribadi. Hingga akhirnya sebuah bencana dahsyat datang secepat kilat dari dasar laut menghempas daratan, tak ada manusia yang mampu lari dari terjangan itu, bahkan ikan-ikan yang sebelumnya mengundang hasrat menuju pantai, terlupakan sudah, selanjutnya yang ada hanya tangisan dan air mata.
At that time, people along the coast of Aceh immediately scattered to the beach to take the fish without thinking why the strange situation that can happen, there is only body movement under the control of lust to take advantage of this strange and unique opportunity for the sake of personal interests. Until finally a catastrophic disaster came as fast as lightning from the bottom of the sea plunged the land, no human being able to escape from the brunt of it, even the fish that had previously invited desire to the beach, forgotten already, then there is only weeping and tears.
Begitu juga halnya dengan musibah meledaknya sumur minyak mentah diantara kebun sawit dan rumah warga Gampong Pasir Putih, Kecamatan Rantau Panjang Peurelak, Kabupaten Aceh Timur pada Rabu 25 April 2018 lalu. Tiba-tiba ditengah malam buta, saat warga sedang istirahat di rumah masing-masing, suara semburan minyak mentah dari dalam tanah galian tambang minyak tradisional itu mengagetkan istirahat malam warga. Tumpahan minyak mentah diatas tanah dan selokan mengundang warga datang dan memanfaatkan situasi dadakan untuk mengambil minyak mentah sebanyak mungkin yang mereka dapatkan.
So is the case with the burst of crude oil wells between the palm oil plantation and the residence of Gampong Pasir Putih Village, Rantau Panjang Peurelak Subdistrict, East Aceh Regency on Wednesday, April 25, 2018. Suddenly in the middle of the night, as residents were resting in their homes, the sound of crude oil bursts from within the quarry of the traditional oil mine stunned the residents' night off. Crude oil spills on the ground and gullies invite people to come and take advantage of the impromptu situation to take as much crude as they can.
Maklum sebelumnya untuk mendapatkan minyak tersebut, warga harus menyedotnya dengan mesin pada sumur galian masing-masing sebagai pencaharian ekonomi. Sehingga, semburan minyak ditengah malam itu dianggap anugerah tuhan dan direspon dengan sigap untuk mengambilnya sebanyak mungkin. Lebih kurang 1 atau 2 jam pesta mengumpulkan minyak mentah semburan sumur galian itu berlangsung, ratusan warga mulai datang untuk melihat fenomena alam dan juga ikut menikmatinya.
Understandably before to get the oil, the residents have to suck it up with the engine in each excavation as economic livelihood. Thus, the burst of oil in the middle of the night was considered a god's grace and responded swiftly to take it as much as possible. About 1 or 2 hours of crunch gathered crude oil bursts of excavation wells took place, hundreds of people began to come to see the natural phenomenon and also enjoy it.
Akhirnya, pesta bahagia dengan rejeki dadakan itu berubah menjadi petaka yang memilukan, tiba-tiba saja api yang tidak diketahui sumbernya memercik semburan hingga mengeluarkan ledakan dahsyat. Saat itu juga puluhan warga yang sedang asik mengumpulkan minyak disekitar semburan, terhempas gelombang api disertai gas hingga terpanggang dan meninggal. Sementara puluhan lainnya masih mampu menyelamatkan diri walau api telah membakar tubuh mereka, dan hingga kini masih menjalani perawatan di rumah sakit.
Finally, the happy party with such a sudden fortune turned into a heartbreaking catastrophe, suddenly an unknown source of fire splashed out a burst of explosions. At that time also dozens of residents who are cool to collect oil around the bursts, crashing waves of fire with gas to roast and died. While dozens of others are still able to save themselves despite the fire has burned their bodies, and until now still undergoing treatment at the hospital.
Tragedi yang terjadi di Peureulak, Aceh Timur dan sejumlah tragedi lainnya di Aceh selama ini, hendaknya dapat menjadi refleksi diri untuk kita semua. Sehingga, situasi dadakan apapun yang akan terjadi kedepannya, harua kita sikapi dengan kesabaran dan kewaspadaan diri. Biarkan situasi itu beberapa saat berlalu, jangan biarkan nafsu menuntun kita untuk berlomba menjadi yang pertama mengambil keuntungan situasi, karena musibah dibalik itu tidak akan mampu terbayarkan oleh keuntungan sebesar apapun yang diperoleh dari situasi tersebut. (***)
The tragedy that occurred in Peureulak, East Aceh and other tragedies in Aceh so far, should be a reflection of ourselves for all of us. So, any impromptu situation that will happen in the future, we hope with the patience and self-awareness. Let the situation pass a few moments, do not let lust lead us to race to be the first to take advantage of the situation, because the calamity behind it will not be able to be paid by any profits derived from the situation. (***)
foto diambil dari halaman depan koran harian Rakyat Aceh.
salam komunitas steemit indonesia