Jika hidup dan sukses adalah perjalanan,
Maka yang dituntut dari diri kita memang hanya perlu mencintai proses perjalanan tersebut.
Begitulah yang aku rasakan ketika “karier”ku naik turun seperti mengendarai sebuah roller coaster. Bayangkan, pada saat memulai menggambar lagi pertama kalinya, itu dimulai karena secara tak sengaja. Punya anak empat, tentu saja semua akhirnya ngga cuma minta susu dan uang jajan. Mereka kan, butuh sekolah!
Si bontot masih berusia hampir 4 tahun, ketika ia setiap pagi mengantar kepergian ketiga kakaknya bersekolah dengan berlinang air mata. Dengan tas sekolah bekas, ia akan sibuk seharian main sekolah-sekolahan sendirian di pojok kamar.
Hal itu tentu membuat jantungku berdegup kencang!
Syukurlah, satu ketika, di dekat rumahku ada sebuah sekolah yang baru dibuka. Pemiliknya sangat baik dan mempersilakan anak-anak untuk ujicoba di sekolahnya selama 2 minggu.
Pada saat itulah aku melihat peluang. Aku melihat berkeliling, dan .. seluruh dinding sekolah TK tersebut masih kosong! Untuk sebuah sekolah TK dan playgroup atau Kelompok Bermain, rasanya kok kurang “ramai” dan “hidup”. Maka aku memberanikan diri meminta Bunda Asih untuk menggambari temboknya. Gayung bersambut, beliau mempersilakan aku eksplore apa saja yang akan aku buat di dinding, dan setelah mendapat persetujuan dari sketsaku, aku pun mulai membuat muralnya!
Subhanallah.. rasanya takjub dan tak percaya. Rejeki setiap anak memang berbeda, dan sejak saat itu, si bontot pun bersekolah di situ, dengan uang pangkal, uang gedung dan uang seragam gratis!
Sejak itu, aku mulai membuat kembali bucket-dream-list yang terlupakan. Kutuliskan impianku untuk kembali menekuni dunia ilustrasi, kutuliskan impian untuk menjadi ilustrator buku anak-anak, Karena aku menyukai dunia imajinasi mereka.
Percaya atau tidak,
Separuh dari bucket dream list ku sudah aku centang! Dan untuk setiap poin list itu, selalu ada rasa haru, syukur dan takjub.
Di situ rasa keimanan kita ternyata teruji.
Kita hanya dituntut untuk :
- berani bermimpi,
- Percaya
- Mencintai setiap tapak yang dilalui oleh jejak langkah kita
Yes! That’s right. Kita hanya harus berani untuk percaya, dan jika kita sungguh-sungguh menginginkannya, yang kita lakukan hanyalah harus mengupayakannya.
Sukses dan gagal itu bukan urusan kita, loh gaes… Hasil akhir bukan di tangan kita. Sungguh, bukan. Kita itu cuman manusia yang punya banyak mau, banyak janji. Dan kenyataannya, kadang separuh janji kita dan separuh keinginan kita tak bisa terlaksana.
Kita hanya perlu mencintai proses perjalanan yang harus kita lalui. Proses perjalanan yang tak selamanya enak, banyakan duri sama kerikilnya timbang jalanan beraspalnya!
Di setiap sakit yang aku terima,
Aku bersyukur, karena itu berarti aku sudah mendaki satu step ke atas.
Dan lucunya,
Pengaruhnya besaaar sekali ke gambar-gambar ilustrasi yang aku buat. Dimulai dari gambar biasa, meniru karya para ilustrator ternama, ngintip dan ikutan setiap kelas yang mereka buat.
Contoh, saat aku mulai suka doodle.
Doodle pertamaku sangat wagu, naif dan … buatku jelek.
Seiring waktu, dengan ikut komunitas besar, aku belajar perlahan. Saat ini, rasanya tidak ada doodle yang –insya Allah- tidak bisa aku bikin. Asal medianya masih kertas, dinding atau sejenisnya, aku percaya aku bisa.
Begitu juga dengan gambar dan ilustrasi. Perlahan naik dari sekedar menggunakan pensil warna aquarelle, merambat naik ke cat air, cat acrylic dan terakhir mencoba bermain di berbagai media dan cat minyak.
Setiap perjalanan itu buatku indah.
Aku dituntut hanya perlu mencintai proses perjalanan yang kulakukan. Sebab, hal itu adalah salah satu bentuk syukur atas setiap kesempatan yang Tuhan berikan. Kesempatan-kesempatan yang mungkin tidak diberikan kepada orang lain. Kesempatan-kesempatan yang diberikan Tuhan karena Ia percaya kita mampu memaksimalkannya.
Kamu percaya juga kan, ama potensi dirimu?
Salam!