Temanku sedang belajar gitar, kali ini agak serius dibanding masa SMA. Karena pesan ayahnya, seorang pria harus bisa dua hal; main gitar dan nyetir mobil. Lalu paragraf ini terhenti karena ide belum matang (InsyaAllah nanti kusambung...), dan sempat tertunda sekira tujuh jam lebih. Hingga...**
Lepas siang ini, tanpa rencana, aku kembali injak halaman mantan kampusku karena diajak oleh temanku Si Hopong. Ini kampus masih dengan lima tiang besar penopang teras masuk, sekilas mirip arsitektur Yunani, hingga terkesan tetap gagah, megah dan berwibawa. Pohon-pohon pun masih tegak seperti 18 tahun lalu, deretan mobil dan motor juga masih sama. Tapi ada satu sudut yang berbeda, “kantin sudah satu semester lebih ditutup,” kata temanku, Si Bos penjaga parkir.
Ini berita lucu untuk dunia kampus, tapi aku diam sejenak. Kubiarkan saja cerita mengalir, aku simak dan tidak banyak bertanya, walau banyak tanya yang aku simpan di kepala. Harapannya, usai cerita, semua tanya akan mendapat jawaban dengan sendirinya. Sudah setengah jam lebih kami bercakap, sedikit penyebab masalah sudah mulai terium.
Siang jelang sore itu kami duduk santai di bangku beton sebelah kiri kampus. Percakapan ringan pun berjalan seperti biasa, seperti dulu saat aku masih di kampus. Selain kami, di bangku yang sama, tiga mahasiswa aktif berbicara banyak soal perkembangan kuliah masing-masing, hingga menjalar ke isu kantin yang sudah mati selama satu semester lebih.
“Selama kantin ditutup, mahasiswa jarang kumpul. Karena usai mata kuliah langsung bubar,” ujar seorang dari mereka, kebetulan diam-diam telingaku menyimak setiap percakapan mereka.
Intinya, dari percakapan antara aku dan Si Bos, dan kutambah dengan data yang kudengar dari para mahasiswa, alasan kantin ditutup sangat tidak intelek. Hanya karena si pengusaha kantin banyak utang kepada koperasi kampus, yang tidak kunjung dibayar, maka pihak koperasi meminta kantin ditutup sementara hingga utang dilunasi.
Parahnya lagi, pengusaha yang menang tender untuk pengelolaan kampus juga masih dari orang dalam kampus, ia tercatat sebagai dosen di kampus. Maka mungkin wajar saja kalau hutang sengaja dikondisikan untuk tidak mampu dibayar. Tapi itu hanya asumsiku saja. Soal fakta sebenarnya, aku tidak faham.
Jelasnya kantin sudah ditutup selama satu semester lebih. Itu tidak pernah terjadi selama 14 tahun aku mengecap pendidikan disana. Ini konyol, kok bisa masalah selucu ini terjadi di Fakultas Hukum Unsyiah yang ternama itu?.[]