Tanggal 15 Agustus 2005 adalah sebuah moment yang diharapkan seluruh lapisan masyarakat Aceh. Telah banyak korban jiwa dari konflik yang telah terjadi selama 35 tahun. Perang tidak hanya menyisakan luka bagi masyarakat, tetapi itu juga menjadi sebuah momok besar bagi masa depan bangsa dan negara. Mengapa? Karena sebuah negara yang mengalami konflik perang tidak hanya ketakutan tetapi juga berpotensi bodoh.
Hal itu karena ketidaknyamanan akses pendidikan yang dialami oleh masyarakat. Di sisi lain dalam konteks ekonomi pun juga demikian. Masyarakat sangat susah untuk mencari lapangan kerja, bahkan untuk bekerja sekalipun. Oleh karena itu, dengan adanya perdamaian yang terjadi di Helsinki pada 15 Agustus 2005 lalu adalah sebuah kesepakatan dan rasa syukur yang sangat diharapkan oleh segenap masyarakat Aceh.
Bentuk semua orang berharap kedamaian ini akan terus berlanjut sampai kapanpun. Kita tidak ingin lagi perang saudara terjadi terus-menerus. Kita tidak ingin lagi hidup dalam kecamuk perang. Perang adalah pertumpahan darah yang tidak jelas. Mengapa? Karena setiap perang, tidak hanya pemberontak atau militer saja yang menjadi korban. Akan tetapi rakyat.
Pasca perdamaian, Aceh telah banyak berubah. Hidup sudah sangat tentram dan aman terkendali. Disisi lain, akses bekerja masyarakat dan pendidikan anak-anak pun sudah sangat efektif. Meski beberapa belum sesuai harapan yang di inginkan. Itu soal lain. Soal sistem yang tidak diterapkan dengan benar dalam menjalankan roda pembelajaran di sekolah. Bukan Karena faktor ketakutan karena perang.
Besok adalah hari dimana peringatan penandatanganan MOU Helsinki di Finlandia untuk Aceh yang damai dan bermartabat. Ini adalah peringatan ke 13 tahun. Jika hidup dalam biasanya damai, waktu yang bergulir terasa begitu cepat. Tidak terasa kita sudah menapaki langkah sampai ke 13 tahun damai Aceh. Kita harus bersama-sama merawat damai ini.
Damai ini bisa rusak kapan saja, jika setiap kita tidak menjaganya dengan baik. Ini adalah tugas mayarakat Aceh dan pemerintah Indonesia dan pemerintah Aceh untuk merawatnya. Sekarang tinggal bagaimana menata Aceh dalam bingkai kesejahteraan masyarakat. Kita tidak perlu lagi menyalahkan kondisi yang terjadi. Karena perang telah usai. Aceh telah damai, masyarakat telah tenang. Pengelolaan pemerintahan telah (berpotensi) berjalan mulus.
Dalam tulisan singkat ini saya ingin mengajak seluruh elemen masyarakat khususnya Aceh utnuk seleksi berdoa kepada Tuhan agar Aceh selalu dalam nuansa kedamaian. Hanya kepada Tuhan kita meminta agar Tuhan senantiasa selalu menjadikan Aceh sebuah surga dunia yang aman, nyaman, dan sejahtera untuk ditinggali. Amin ya rabbal alamin.