The explosion of an oil well in Rantau Peureulak, East Aceh, on April 25, 2018 at 1:45 AM shocked us all. Falling casualties and burn victims, making the event must be seen from many sides; humanitarian, social, security, and sociology. The characteristics of society and the low awareness of the hazards are also aspects that are addressed.
Of course, the current focus should be on the injured who reach 40 people. All the victims suffered burns up to 60 percent more so it requires serious handling to save lives of the victims. According to news coverage of online media, Thursday (26/4/2018) at 15.44, the number of deaths increased to 21 people. With the conditions of the victims' burns so severe, the death toll could increase even though we hope the victims can be cured completely.
Despite the long tradition of oil exploration, the government has been banned for several times, the explosion still has a long story of grief. Losing loved ones in such a tragic way will surely make the wound so deep and take a long time to heal.
On behalf of the private and the Steemit Community of Indonesia, I am sorry for the explosion of oil wells in East Aceh. We hope, the recovery of the victims can be handled properly. as well as the material loss suffered by the victim. Hopefully, this disaster becomes a lesson for all.
***
Shortly after the incident, various groups on social media were filled with photos and videos of incidents and casualties. The charred bodies of the victims were spread to social media and WhatsApp groups, mixed with a video of bursts of fire that poured high into the sky.
We are not questioning video and photos of fire bursts or houses of victims of skeletal remains. But the problem is the video and photo of the victim in a pathetic condition.
This behavior has been a long-standing concern since it reflects a non-empathetic attitude toward the victim. Every time an accident occurs, the bodies of the victim in miserable condition are posted to various WA groups.
Either what benefits are obtained by posting vulgar photos of disaster victims to social media and WA groups. Perhaps there is pride in getting an exclusive photo or just sharing it. However, photo senders do not consider aspects of humanity, norms, and ethics when posting photos.
When posting vulgar photos to the WA group, it could be that the members are already adults. But many gadgets of group members are held by their children who come to view vulgar photos or videos. The emotional state of a child is different from that of an adult in responding to a vulgar visual. The psychological impact is also different.
Think of yourself as a victim's family before posting visually vulgar. Imagine how sad the families of the victims saw their relatives in a miserable body spread to various social media. By imagining ourselves from the point of the victim, we should think ten times before spreading such a photo. If you have imagined yourself in the position of the victim's family, but still spread also, really have no conscience.
How about not spread but receive similar photos. Better to immediately remove if it has no interest with the photo. Journalists who are on the scene and get a lot of photos of the victim, never participate load the photo.
*****
*INDONESIA*
Foto Vulgar dan Rasa Empati Kita
Ledakan sumur minyak di Rantau Peureulak, Aceh Timur, pada 25 April 2018 pukul 01.45 sungguh mengejutkan kita semua. Jatuhya korban jiwa dan korban luka bakar, membuat peristiwa itu harus dilihat dari banyak sisi; kemanusiaan, sosial, keamanan, juga sosiologi. Karakteristik masyarakat dan rendahnya kesadaran terhadap bahaya juga menjadi aspek yang dibenahi.
Tentu saja, fokus saat ini harus tertuju kepada korban luka-luka yang mencapai 40 orang. Semua korban mengalami luka bakar sampai 60 persen lebih sehingga membutuhkan penanganan serius untuk menyelamatkan jiwa korban. Menurut pemberitaan sejumlah media online, Kamis (26/4/2018) pukul 15.44, jumlah korban meninggal bertambah menjadi 21 orang. Dengan kondisi luka bakar para korban yang demikian parah, jumlah korban meninggal bisa bertambah meski kita berharap para korban bisa disembuhkan dengan total.
Meski kabarnya sudah lama praktik eksplorasi minyak secara tradisional terus terjadi, dan kabarnya pemerintah setempat sudah beberapa kali melarang, bencana ledakan tetap memiliki cerita duka yang panjang. Kehilangan orang-orang tercinta dengan cara yang begitu tragis, tentunya akan membuat luka demikian dalam dan membutuhkan waktu lama untuk menyembuhkan.
Atas nama pribadi dan Komunitas Steemit Indonesia, saya ikut berduka atas musibah ledakan sumur minyak di Aceh Timur. Kita berharap, pemulihan terhadap korban bisa ditangani dengan baik. demikian juga dengan kerugian materil yang dialami korban. Semoga musibah ini menjadi pelajaran bagi semua.
***
Sesaat setelah kejadian, berbagai grup di media sosial dipenuhi dengan foto-foto dan video kejadian dan korban. Tubuh-tubuh korban yang hangus disebar ke sosial media dan grup whatsapp, bercampur dengan video semburan api yang mengucur tinggi ke langit.
Kita bukan mempersoalkan video dan foto semburan api atau rumah-rumah korban yang tinggal kerangka. Tapi yang menjadi persoalan adalah video dan foto korban dalam kondisi mengenaskan.
Perilaku seperti ini sudah menjadi kekhawatiran sejak lama karena mencerminkan sikap yang tidak empati terhadap korban. Setiap terjadi kecelakaan, tubuh-tubuh korban dalam kondisi yang mengenaskan diposting ke berbagai grup WA.
Entah keuntungan apa yang diperoleh dengan memposting foto-foto vulgar korban bencana ke sosial media dan grup WA. Barangkali ada kebanggaan karena mendapatkan foto eksklusif atau hanya sekadar berbagi saja. Namun, pengirim foto tidak mempertimbangkan aspek kemanusiaan, norma, dan etika ketika memposting foto tersebut.
Ketika memposting foto-foto vulgar ke grup WA, bisa jadi anggotanya sudah dewasa. Tapi banyak gadget anggota grup dipegang oleh anaknya yang ikut melihat foto atau video vulgar. Kondisi emosi anak kecil berbeda dengan orang dewasa dalam merespon visual vulgar. Dampak psikologis juga berbeda.
Bayangkan diri sendiri sebagai keluarga korban sebelum memposting visual vulgar. Bayangkan bagaimana sedihnya keluarga korban melihat saudara mereka dalam kondisi tubuh mengenaskan disebar ke berbagai media sosial. Dengan membayangkan diri sendiri dari sudut korban, kita harus berpikir sepuluh kali sebelum menyebar foto seperti itu. Kalau sudah membayangkan diri dalam posisi keluarga korban, tapi masih ikut menyebar juga, sungguh tidak memiliki hati nurani.
Bagaimana kalau tidak menyebar tetapi menerima foto serupa. Lebih baik segera menghapus kalau memang tidak memiliki kepentingan dengan foto tersebut. Wartawan saja yang berada di lokasi kejadian dan mendapatkan banyak foto-foto korban, tidak pernah ikut memuat foto tersebut.
*****