MULANYA ADALAH BAU. Terutama segala macam bau tajam, menyengat, yang ketika memasuki dua lubang hidung membuat bebuluan di dalamnya akan tampak seperti batang ilalang sehabis diterpa puting beliung, yang membuatku menyukai tanaman mint atawa mentha piperita atawa bak sinaknak dalam lakab Aceh.
Bau yang serupa puting beliung ketika masuk lubang hidung itu kerap mengendap di bawah batok tengkorak hingga seisi kepala pengar sejadi-jadinya. Endapan bau yang kemudian memicu naiknya asam dari kedalaman lambung, lantas muntah, segalanya jadi gerah, keringat dingin, kunang-kunang di kelopak mata, gemetar tubuh seketika, adalah efek yang telah berkali-kali kualami. Lebih-lebih setelah terjebak sepersekian menit dalam kawanan bebauan tajam, entah itu bersumber dari taik kucing, ketiak yang terpapar matahari, atau bahkan dari parfum sekalipun.
Segala efek bau paling brengsek bagi kondisi tubuhku itu, akan berangsur-angsur pulih ketika kuhidu aroma daun mint. Setidak inilah pengalaman therapeutic paling mengesankan yang pernah kualami beberapa tahun lalu. Sebuah kebetulan yang menyehatkan, perihal yang kelak membuatku jadi gemar menanam tumbuhan mint di banyak tempat hingga sekarang.
Ihwal pengalaman therapeutic yang kualami dulu itu akan kuceritakan lain kali saja. Sekarang biarlah kuceritakan kebun tanaman mint yang tengah kukelola.
Hochi.Mint. Begitulah kebun itu kunamakan. Lokasinya menyempil di belantara algoritma dunia digital, masuk dalam teritori administrasi satu platform media sosial kesohor; Instagram, yang sejak April 2012 lalu, setelah 2 tahun sejak lahir, mereka dikapling oleh Facebook, Inc. dengan jumlah mahar yang mungkin tak sanggup dibayangkan oleh petani konvensional manapun. https://www.instagram.com/hochi.mint/
Itu dia alamat kebun tanaman mint yang kumaksud. Kau bisa berkunjung kesana kapan kau suka. Jangan lupa follow, like dan berdoa agar semua petani di dunia selalu dalam keadaan sehat sejahtera, meski kita tahu, sistem pasar atas segala produk tani di dunia tak pernah berpihak pada mereka.