Bek Panik (Jangan Panik)


Source
Sejak merebak beberapa bulan yang lalu, Virus Corona yang berasal dari Wuhan, China kini telah benar benar mengguncang dunia. Dunia begitu khawatir terhadap penyebaran virus dengan mama Corvid-19 tersebut.

Hingga saat ini sudah tak terhitung berapa kerugian yang dialami di seluruh dunia pascamewabahnya virus yang disebut-sebut berasal dari hewan liar itu. Pertandingan olahraga, pameran bisnis, penerbangan hingga ibadah umrah pun terdampak akibat virus ini.

Saya yakin jika dikalkulasi kerugian yang ditimbulkan karena virus ini pasti menyamai dengan biaya perang yang dikeluarkan sejumlah negara di Suriah.

Namun bukan soal ini yang menarik untuk kita bahas. Kita ingin bahas soal bagaimana pemerintah dan masyarakatnya bersikap dalam menghadapi masalah ini.

Lihat sikap masyarakat dan pemerintah Indonesia. Sebelumnya Indonesia mengatakan bersih. Pemerintah pun menerapkan prosedur standar dalam menghalau virus. Pertama menutup penerbangan dari China.

Kemudian memeriksa setiap wisatawan asing dan warga Indonesia yang pulang dari luar negeri. Semua dikatakan bersih alias negatif. Tak ada yang terinfeksi virus mematikan tersebut.

Tapi Minggu lalu ternyata ada warga Jepang yang positif bebas berkeliaran dan bertemu warga Indonesia. Dua warga Indonesia pun tertular dan dinyatakan positif.

Jika dua warga Jepang ini bisa masuk, bagaimana dengan di Bali? Berapa banyak turis di sana yang datang setiap hari? Apakah sudah benar-benar steril?

Yang parahnya lagi adalah, setelah diumumkan ada dua yang positif, masyarakat langsung panik. Mereka memborong barang-barang kebutuhan mereka dalam jumlah besar. Panic buying ini terjadi juga di negara lain. Namun tak sekonyol di Indonesia.

Negeri ini punya penduduk lebih dari 260 juta orang. Tak berada dalam satu pulau kecil. Kita terbagi dalam wilayah yang sangat luas. Lantas apa pasal sampai masker sudah diborong di banyak kota? Sampai mi instan pun diserbu?

Sudah separah itukah yang terjadi? Tentu saja tidak. Bahkan yang terkena virus saja sudah ditangani dengan baik. Nah yang sehat malah berburu masker.

Sikap panik ini tentu saja dipengaruhi oleh pengetahuan dan wawasan seseorang. Menurut mereka, dengan pakai masker sudah aman. Padahal masker justru penting untuk penderita dan tim medis yang bersentuhan dengan mereka agar virus dari ludah mereka tidak muncrat ke orang lain.

Nah kita yang sehat tentu penting meningkatkan kekebalan tubuh, menambah asupan vitamin dan menjaga kebersihan. Tidak berinteraksi dengan mereka yang positif.

Lihat saja sikap pegawai Twitter. Ada lima ribu karyawan yang bekerja dari rumah. Tak perlu harus gaduh bikin status dan lainnya. Santai namun tetap waspada itu jauh lebih baik. Intinya bek panik.

H2
H3
H4
3 columns
2 columns
1 column
Join the conversation now
Logo
Center