Ketika Belanda menyerbu Aceh pertama kali, April 1873, Habib Abdurahman tengah berada di Mekkah bersama Nyak Abas, seorang pemilik kebun lada yang luas di Aceh. Mereka berdua ke Mekkah bersama dari Penang. Habib Abdurrahman lalu bergegas berangkat ke Konstantinopel, ibukota Turki Utsmani, dan tiba tanggal 27 April.
Di Turki, Habib Abdurrahman menyampaikan pesan dari Sultan Mahmud bahwa sebagai bagian dari protektorat Turki Utsmani, Aceh seharusnya dibantu dalam menghadapi serangan kafir Belanda.
Dalam suasana seperti ini, pers Konstantinopel mengulas dengan penuh antusiasme persoalan yang dikemukakan Habib Abdurrahman, sehingga nasib Aceh dengan cepat menjadi “la grande question du jour”, pokok pembicaraan utama.
Basiret, suratkabar terkemuka di Turki yang paling banyak dibaca dan pendukung utama paham pan-Islam, menyerukan agar Turki mengirimkan kapal-kapal perangnya ke Sumatera.
Koran Jevaib juga menyerukan hal yang sama. Bahkan koran kuning La Turquie secara gencar terus mengemukakan alasan-alasan bahwa Turki wajib melindungi hak Aceh.