Sore itu saya berjalan-jalan menghabiskan waktu menunggu adzan Maghrib tiba, dengan menggunakan motor butut saya arahkan ia ke sebuah desa yang bernama Ulee Blang, desa yang terletak di Kecamatan Julok, Kabupaten Aceh Timur, mayoritas penduduk di desa ini adalah petani, ketika matahari terbenam, desa ini selalu di hiasi dengan lukisan alam yang indah, Hamparan sawah yang terbentang memanjang menambah keasrian sebuah desa yang Madani. Di ujung desa tersebut terdapat kolam ikan milik warga sekitar, tidak heran kalau keseharian warga desa ini selalu menghabiskan waktu luangnya untuk melihat dan mengontrol hasil kolam ikan air asinnya.
That afternoon I took a walk spent waiting for the Maghrib adzan to arrive, using a battered motorcycle I directed him to a village called Ulee Blang, a village located in District Julok, East Aceh district, the majority of the population in this village is farmers, when the sun sets , this village is always decorated with beautiful natural paintings, Padasan paddies stretching extends to add keasrian a village that Madani. At the end of the village there is a fish pond belonging to the local people, no wonder that the daily lives of these villagers always spend their spare time to see and control the results of salt water fish ponds.
Saya pun sampai ke salah satu kolam milik warga, awalnya saya tidak tau pemilik kolam itu, saya hanya melihat sebuah sepeda jengki onthel terparkir di bawah pohon yang rindang, melihat sepeda jaman dulu ini membuat saya mengenang masa kecil saat belajar bersepeda dulu. Di era tahun 70an sepeda jengki onthel mencapai masa kejayaannya, sekarang sepeda ini sudah sangat langka kita lihat. Sejenak saya larut dalam kenangan masa kecil, dari kejauhan terelihat sosok orang tua sedang berjalan ke arah saya yang berdiri dekat dengan sepedanya, semakin lama semakin mendekat, semakin membuat saya mengenal sosok tersebut.
I came to one of the pool belonging to the people, I did not know at first the owner of the pool, I just saw an onthel juror parked parked beneath a shady tree, seeing this ancient bike made me remember childhood while learning to bike first. In the era of 70s onthel jengki bikes to reach its heyday, now this bike is very rare we see. For a moment I am dissolved in childhood memories, from a distance seen the figure of a parent walking toward me who stood close to his bicycle, the longer the closer, the more make me know the figure.
Benar seperti dugaan saya, sosok yang berjalan kearah saya ternyata pak abdullah, salah seorang warga Desa Ulee Blang, saya kenal betul dengan beliau karena anaknya yang no 2, seangkatan dengan saya saat masih SMP dulu. Sesampainya pak Abdullah ketempat saya berdiri, ia langsung bertanya kepada saya, dengan pertanyaan yang sangat mendasar " kamu mau kemana, dia tanya keperluan dapat ketempat itu, kemudian saya tinggal dimana dan anak siapa" , rentetan pertanyaan ia lakukan dengan tatapan penuh curiga. Saya hanya tersenyum dalam hati melihat tatapan "pak lah" panggilan akrabnya. Namun, saya menjawab semua pertanyaan beliau dengan penuh santu, mendengar penjelasan tentang asal-usul dan maksud serta tujuan saya "pak lah" semakin tenang, apa lagi saat saya menyebutkan nama orang tua saya yang merupakan teman masa kecil pak lah dulu.
True to my guess, the figure who walked towards me was Mr. Abdullah, one of the villagers of Ulee Blang, I know him well because his son is no 2, as my age when I was in junior high. When I got to Abdullah's place where I stood, he immediately asked me, with a very basic question "where do you want him to ask, where do I go, and where do I live?" He questioned with a suspicious look. I just smiled in my heart to see the gaze "pak lah" his nickname. However, I answered all his questions with a santu, heard explanations about the origin and the purpose and purpose I "pak lah" more calm, what else when I mention the name of my parents who was a childhood friend pack first
Setelah mendengar penjelasan saya, "pak lah" berpamitan mohon diri karena senja semakin tenggelam di ufuk barat, waktu adzan Maghrib segera tiba, ia berlalu meninggalkan saya di tempat itu. Setelah ia pergi dengan sepedanya saya tersenyum menggelengkan kepala tanda tidak percaya dengan apa yang baru saja saya alami. Saya di interograsi oleh orang yang saya kenal sejak kecil, mungkin usianya yang sudah lanjut telah merenggut ingatannya.
After hearing my explanation, "Sir" excused himself excuses as dusk sinks deeper on the western horizon, as the Maghrib adzan arrives soon, he leaves me there. After he left on his bicycle I smiled shook his head in disbelief at what I had just experienced. I was interrogated by someone I knew from childhood, maybe his advanced age had snatched his memory.