MENCINTAI PENYAIR SAMA HALNYA MENCINTAI LUKA

Ini kali kedua saya menulis tentang seorang penyair yang memberi anggur lalu berlalu tanpa cawannya mengalir lagi. Kisah ini kuceritakan biar tak ada lagi kesalahpahaman antara cinta dan pembawa cinta.

Umar Sastra adalah lelaki berkawan dengan puisi, dari segala hidupnya dibumbui penuh dengan puisi. Pekerjaannya menulis puisi dari pagi sampai malam. Sampai pada akhirnya, ia terkena syndrom poetica. Cinta yang ia anut adalah cinta diri sendiri. Ia bahkan tidak pernah mengenali lagi cinta pada lawan jenis, setelah pemilik cintanya berpulang, ia benar-benar menjadi manusia peratap. Semuanya telah menghilangkan semangat cintanya.

Puisi memang menjadi jalan hidupnya, Umar telah memproklamirkan dirinya sebagai penyair sepi, hampir semua puisi-puisinya tertulis kata sepi, sesepi matanya yang kehilangan kekasihnya.
Dari pertautan dengan sepi, ia menjelma menjadi pembunuh, berusaha membunuh sepi dari kesepian itu sendiri. Ia memandang bintang, lalu mencari bulan. Tapi tak ada yang ia temukan. Ia bergegas menuju pasar malam, tapi tak ada bulan dan bintang yang ia temukan.

Umar pulang lagi, membawa sepi dan sepi lagi.

image

H2
H3
H4
3 columns
2 columns
1 column
Join the conversation now
Logo
Center