Di atas batu gunung, dibawah tiang bertuliskan peringatan "awas kawasan tsunami", aku dan @jumala.jamal duduk menikmati senja.
Diiringi bising deru knalpot boat nelayan serta hembusan angin yang mengelus-elus jilbab. Aku dan wanita yang kupanggil Jum(blo) itu mulai bercerita. Kali ini dia membuka dengan pernyataan yang luar biasa. Menyatakan kekhawatiran akan masa depan.
"Ka, aku takut kita akan menggadis seumur hidup," ucap Jum khawatir.
Tak biasa dia membuka obrolan dengan penyataan seperti itu. Selama ini kami hanya membahas tentang impian jalan-jalan dan kerjaan. Ku fikir, dia tak peduli tentang itu.
Ternyata Jumblo sudah bosan menjomblo. Sama hal nya dengan wanita lain, dia ingin pria idaman nya menyapa nya di wasap. Sejak saat itu, masing-masing kami mulai berdelusi.
Jumala tidak ingin menikah di usia 30 tahun keatas. Ibunya pun tidak menginginkan demikian. Tapi pria itu tidak memberikan tanda apa-apa. Cuek si pria membawanya ke tembok hati yang mau runtuh.
Apa yang kini membuatnya bertahan tak lain karena ia percaya waktu akan menyantet si pria untuk jatuh hati padanya. Dan pada saat itu, si dukun pun dikalahkan sang waktu.
singkat cerita sore itu, wassalam.
Aku harus membantah kalimatnya yang ketiga. Dia mengatakan aku bosan menjomblo. Sebenarnya bukan bosan. Karena kalo ada orang yang mengajakku pacaran. Aku juga tidak mau, aku akan menjawab Aku tidak suka pacaran. "Alhamdulillah tidak ada yang berani mengajakku pacaran"
Aku merasa kesepian selama ini karena tidak ada nya pesan masuk lewat Wasap. Bahkan nomorku saja tidak disimpan laki-laki dingin itu. Kurang acemmm😏.
Aku hanya punya rasa, bagiku lumrah untuk seorang perempuan. Penasaran merasakan indahnya jatuh cinta.
Aku hanya bertanya kepada Riska! Apa yang membuat laki-laki enggan mendekati kita? Aku tau jawabannya. Tidak perlu jawaban dari Riska, karena jawaban kita sudah pasti sama.
Kita tidak cantik saja Riska dimata mereka.
Saat aku bilang ada kekhawatiran akan perihal masa depan, Riska juga mengatakan kekhawatirannya akan hal yang sama. Dia juga takut menggadis selamanya.
Pria yang satu ruang belajar dengan nya kala itu berhasil membiusnya. Cinta pertamapun hadir.
Kami menyukai pria Dingin, tapi ini sudah beku.
Ah sudahlah lupakan masalah kekhawatiran kita, kemarin hanya membahas obrolan yang tak biasa saja. Biar ada sensasi yang berbeda selain bahasanya Kabul, Afganistan.
Saat akan beranjak pulang karena matahari hampir terbenam, kamipun taruhan, siapa yang duluan menikah, harus sediakan kado lensa fix.
"Untuk Abang yang dingin, tolong lamar segera Putri Marino. Kutak sabar dapat kado lensa Fix".