Hari ini Rabu, 17|10|2018, Alhamdulillah, teman saya Asnawi Zainun yang berprofesi sebagai salah seorang mukim di kabupaten Aceh Besar berkesempatan mengunjungi Lancang Sira Gampông Lampanah Mukim Lampanah Kabupaten Aceh Besar. Dalam nomenklatur adat Aceh lancang Sira adalah suatu kawasan komunal adat tempat pengolahan garam secara tradisional.
Di hamparan Lancang Sira seluas sekitar 0.5 hektar itu terdapat 12 kelompok petani garam yang beranggotakan antara 6 - 15 orang. Mayoritas dari anggota kelompok petani garam tradisional tersebut adalah para perempuan dari kalangan ibu rumah tangga.
Seorang ibu petani garam menceritakan panjang lebar proses pembuatan garam tradisional di sana. Mula-mula mereka membuat gundukan-gundukan pasir berbentuk lingkaran seperti kawah berdiameter 2,5 meter, pada salah sisi bagian bawah dibuat saluran tempat keluar air yang akan ditampung dalam ember atau galian lubang seperti sumur kecil. Nah, gundukan pasir yang berbentuk lingkaran kawah itulah oleh petani garam Lancang Sira Lampanah disebut dengan "Inong Lancang''. Jadi, jangan salah menduga, inong lancang di sini, maksudnya bukan perempuan Lancang ya, hehehe...
Kemudian dalam Inong Lancang itu dimasukkan abai, yaitu tanah pasir yang mengandung garam (bibit gatam), abai itu disiram dengan air laut. Siraman air asin tadi meresap dalam inong lancang, kemudian keluar kembali melalui sebuah lubang saluran dan ditampung dalam ember atau sumur kecil di bawahnya. Air yang ditampung dalam ember atau sumur kecil tadi, kemudian dimasak/diuapkan di dalam Jambo Sira hingga melahirkan butiran-butiran garam.
Menurut mereka, setiap anggota kelompok, mampu menghasilkan 50 kg garam setiap harinya. Dengan lk 60 orang anggota aktif, maka Lancang Sira Lampanah mampu memproduksi garam sebanyak lk 3000 kg/perhari atau lk 90.000 kg/bulan.
Persoalan terbesar petani garam di Lampanah hari ini adalah menyangkut pemasaran hasil. Selama ini hasil produksi garam mereka hanya diambil oleh para Mugè Sira lokal untuk dipasarkan secara eceran. Jumlahnya sangat terbatas, sehingga produksi garam masyarakat banyak menumpuk di kolong kolong rumah mereka. Kondisi ini tentu sangat merugikan para petani garam di Lampanah yang umumnya adalah para perempuan.
Entah sampai kapan mereka masih setia mengais rezeki di "inong lancang" jika prospeknya tidak pernah menjanjikan. Ada yang berkenan menawarkan solusi... ???
By @suhaimiaceh